Old Camp No 17

Sorowako, Kota Tanpa Lampu Merah, dan Batara Guru

Danau Matano, Sorowako
Danau Matano, Sorowako

Delapan minggu bisa dikatakan sebagai waktu yang sangat lama untuk saling mengenal, tapi bagi Saya yang cenderung kuper, itu belum cukup untuk mengenal kota Sorowako. Sebagai “kota kecil” tingkat kemajemukan sangat tinggi di sini. Ya, kecil. Secara harfiah Sorowako memang benar-benar tidak luas dibandingkan dengan kota Makassar tempat asal Saya. Bahkan secara administratif, kota ini adalah kumpulan beberapa desa. Seharian bahkan sudah lebih dari cukup untuk mengelilingi setiap sudut kota dengan bersepeda. Memang tidak sepadan jika membandingkan Makassar dan Sorowako sebagai kota, tapi suasana masyarakat urban terasa sama diantara keduanya.

Pengalaman pertama kali berkendara di Sorowako cukup membuat terheran-heran. Jarak terasa sangat dekat, sampai menghasilkan ide untuk membeli sepeda sebagai moda transportasi pribadi. Motor harus dicoret dari daftar, sejak bermotor ke kantor dilarang keras oleh perusahaan tempat Saya bekerja. Awalnya agak aneh, ketika motor dilarang sedangkan bersepeda boleh-boleh saja, walaupun seketika pikiran itu berubah menjadi maklum ketika seorang teman bercerita tentang tingkat kecelakaan motor yang sangat tinggi di Sorowako.

Tidak seperti kota-kota lain di Indonesia, peraturan berlalu lintas di Sorowako sangat ketat. Kita ‘sangat’ diwajibkan untuk menataati setiap rambu yang terpasang. Tidak ada lampu merah di kota ini. Mungkin itu juga yang menjadi salah satu alasan tingkat kecelakaan yang tinggi di Sorowako. Hehehe.

Sebagai kota dengan aset nasional (tambang nikel) di dalamnya, tampilan Sorowako terbilang sangat modern untuk sebuah kota yang terletak sangat jauh dari ibukota provinsi saat ini. Jarak tempuh dengan bus malam selama 14 jam dari kota Makassar akan cukup menyiksa bagi mereka yang benci dengan aroma mesin bus. Tapi untuk pemandangan alam, kota ini luar biasa. Danau Matano yang jadi andalan pariwisata memang sangat menakjubkan. Danau purba yang dikatakan sebagai yang terdalam di Asia Tenggara dan sangat luas ini, sampai tepian danaunya pun disebut pantai oleh masyarakat, belum membuat Saya bosan sampai saat ini. PT Vale (dulu PT Inco) menyediakan banyak fasilitas rekreasi gratis untuk masyarakat sebagai perwujudan CSR-nya (Corporate Social Resposibility).

Pemandangan danau Matano di salah satu dermaga pribadi di sore hari.
Pemandangan danau Matano di salah satu dermaga pribadi di sore hari. Kalau cuaca lebih cerah, pemandangan luar biasa.

Belum lagi tentang sejarah dan budaya kerajaan Luwu, kerajaan pertama di tanah Sulawesi yang dikatakan berasal dari tempat ini. Sebuah desa yang terletak di sisi lain danau Matano yang bernama sama, desa Matano, dipercaya sebagai tempat turunnya Batara Guru dari surga ke bumi. Batara Guru sendiri adalah putra sulung dari Dewata Pitutu, suami dari Dewi Pelenggi, dan bertempat tinggal di surga lapis ketujuh. Setidaknya itu yang ditulis Thomas Stanford Raffles di buku “the History of Java” -nya yang masyur.

Sebuah batu yang terletak di tengah kolam mata air kecil dipercaya sebagai tempat pertama kali Batara guru menapak. Bagi Saya ini sangat menarik untuk mencari tahu sejarah dan cerita-cerita dari tempat asalnya langsung. Ditambah lagi dengan cerita ditemukannya artefak-artefak logam seperti pedang dan senjata lainnya di dasar danau purba Matano ini. Konon katanya, kerajaan Majapahit membuat senjata logamnya di tempat ini. Cukup meyakinkan, sejak tempat ini dikatakan sebagai pusat peradaban besi di masa lalu. Tapi coba bayangkan jauhnya jarak antara pusat pemerintahan kerajaan Majapahit dengan kota Sorowako ketika keadaan transportasi sangat jauh berbeda dengan masa sekarang. Bisanya sampe ke sini. I’m feeling excited about those stories.

Sayangnya cerita-cerita itu sangatlah tidak populer di telinga-telinga anak muda Makassar dan sekitarnya. Mungkin hanya segelintir orang yang berjibaku dengan subyek yang berhubungan di atas yang akrab dengan sejarah dan budaya-budaya ‘asing’ ini.

Bagi saya, untungnya ada teman-teman yang fasih luar dalam tentang Kota ini, yang memang bekerja di bidang ini, ditambah dengan masih banyaknya waktu untuk berdiskursus.

screen-shot-2017-01-09-at-12-38-53-pm-copy

Masih sangat banyak yang harus digali dan dipahami tentang kota ini. Entah itu orang-orangnya, tempat-tempat menariknya, sejarahnya, dan lainnya. Sorowako sejauh ini meninggalkan kesan yang menyenangkan untuk Saya pribadi. Sampai bisa memaksa untuk menulis lagi di blog yang penuh sudah sarang laba-laba ini.

I’ll do write more about this place on this blog. So, let me know what do you think about Sorowako.

12 thoughts on “Sorowako, Kota Tanpa Lampu Merah, dan Batara Guru

  1. I also had the opportunity to enjoy the beauty of Sorowako, even it was only for a month. I did my internship at Vale and my friends and I visited Danau Matano and some other places during weekend. It was really really great experience.

    Glad to know that ppl enjoy Sorowako as much as I did

    Like

    • Sounds like great moments. Well, we’re also having two ‘one-month’ internship students in the office right now. They’re doing great.

      Anyway, it’s flattering to get some comments here. I do thank you for your appreciation

      Like

  2. Aaah, I miss this place. No need to worry about water and electricity cause it’s free, at least in pontada and salonsa. Can’t wait for your next story. 🙂

    Like

  3. Sorowako,

    My hometown, walau bukan penduduk asli sana, namun saya bersyukur sekali dilahirkan di sana. Tak terhitung pengalaman berharga yang saya dapat dari Sorowako. Alamnya, kotanya, masyarakatnya, lingkungannya, terlalu banyak cerita yang tidak bisa dijabarkan hanya dalam satu paragraf. Welcome, and please do enjoy Sorowako.

    Really miss my hometown.

    Like

  4. Kr sorowako sy mnjadi manusia yg mngerti arti kedisiplinan…sjak sy tinggal sbgai pndatang 1992-1999 mmng lampu merah tdk ada tpi angka kecelakaan antara pngguna jln tdk ada…kr pada wktu itu msyrkt di sana betul2 taat pada rambu2 lalu lintas yg di pasang perusahaan (PT. INCO) di tiap jalan utama dan persimpangan….klo sekrng bxak kasus lalin…mmmmm..brarti srwko tlng berubah.

    Like

  5. Soroako was my family home and always be our home in our heart. My family will visit our home at the soonest. Soroako has so many memories from my childhood. Hope that nothing changed from the alumni of Soroakoers.

    Like

  6. Soroako was my family home and always be our home in our heart. My family will visit our home at the soonest. Soroako has so many memories from my childhood. Hope that nothing changed from the alumni of Soroakoers.

    Like

Leave a comment